
Hari Raya Galungan merupakan salah satu hari suci yang paling penting dalam tradisi keagamaan Hindu di Indonesia, khususnya di Bali. Dirayakan setiap 210 hari sekali menurut kalender Pawukon, Galungan pada tahun ini jatuh pada tanggal 23 April 2025.
Secara historis, perayaan Galungan pertama kali berlangsung pada malam purnama (Purnama Kapat) tanggal 15 bulan keempat dalam penanggalan Saka tahun 804, yang jika dikonversikan setara dengan tahun 882 Masehi. Tradisi ini sempat terhenti, namun kemudian dihidupkan kembali oleh Raja Sri Jayakasunu sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya dan spiritual Hindu Bali.
Makna utama Hari Raya Galungan adalah peringatan atas kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (kejahatan), yang secara simbolis digambarkan melalui kisah kemenangan Dewa Indra atas raja zalim Mayadenawa. Nilai ini menjadi pengingat bagi umat manusia untuk senantiasa berjuang melawan hawa nafsu dan kecenderungan negatif dalam diri sendiri.
Salah satu ciri khas dalam perayaan Galungan adalah hadirnya Penjor, hiasan dari batang bambu yang dihiasi janur, hasil bumi, dan aneka ornamen lainnya. Penjor tidak hanya menjadi elemen estetika, tetapi juga melambangkan gunung suci dan merupakan persembahan kepada Bhatara Mahadewa sebagai wujud syukur atas berkah kehidupan.
Pada hari Galungan, umat Hindu percaya bahwa roh para leluhur turun ke dunia untuk diberi penghormatan. Oleh karena itu, mereka menyambutnya dengan penuh khidmat melalui doa-doa, sesajen, dan berbagai bentuk persembahan suci yang dipersiapkan secara khusus.
Lebih dari sekadar upacara keagamaan, Galungan juga menjadi momen penting untuk mempererat kebersamaan keluarga, memperkuat jalinan sosial dalam masyarakat, dan meneguhkan kembali nilai-nilai spiritual di tengah arus modernisasi. Dengan semangat Galungan, umat Hindu diajak untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi dan rohani, serta terus menghidupi ajaran Dharma dalam kehidupan sehari-hari.