Search
Close this search box.

“SENYUM, EMPATI, DAN BAHASA TUBUH: BEKAL WAJIB APOTEKER MASA KINI”

Yogyakarta, 30 Oktober 2025 — Mahasiswa STIKES Notokusumo Yogyakarta mendapatkan wawasan mendalam mengenai pentingnya komunikasi efektif dalam praktik kefarmasian melalui International Guest Lecture yang disampaikan oleh Associate Professor Luerat Anuratpanich, R.Ph., Ph.D. dari Mahidol University, Thailand. Dalam sesi ilmiah yang berlangsung di kampus STIKES Notokusumo Yogyakarta, beliau menekankan bahwa kemampuan komunikasi bukan hanya keterampilan tambahan, tetapi merupakan fondasi utama dalam menjamin keselamatan, kenyamanan, dan kepatuhan pasien.

Komunikasi sebagai Kunci Pelayanan Kefarmasian

Dalam pemaparannya, Prof. Luerat menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu individu ke individu lainnya melalui berbagai cara. Di bidang farmasi klinis, komunikasi yang efektif berperan besar dalam meningkatkan keselamatan pasien, meningkatkan kepatuhan terapi, mewujudkan hasil pengobatan yang positif, serta memperkuat hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien. Komunikasi yang baik juga terbukti mampu mengurangi kesalahpahaman dan keluhan yang sering muncul di fasilitas pelayanan kesehatan.

Model, Peran, dan Tantangan dalam Komunikasi Klinis

Prof. Luerat memaparkan model komunikasi yang terdiri dari pengirim, penerima, proses encoding–decoding, serta saluran verbal dan nonverbal. Ia menekankan bahwa komunikasi selalu dipengaruhi noise dan bergantung pada faktor seperti pengetahuan, sikap, budaya, persepsi, dan keyakinan, sehingga apoteker perlu menyesuaikan gaya komunikasi dengan karakteristik pasien.

Sebagai pengirim pesan, apoteker diharapkan memahami latar belakang pasien secara menyeluruh dan menyampaikan informasi dengan bahasa sederhana serta didukung bahasa nonverbal yang positif. Sebaliknya, sebagai penerima, apoteker perlu mendengarkan secara aktif, memperhatikan pesan verbal dan nonverbal, serta menafsirkan informasi dengan empati. “Pendengaran yang baik bukan hanya soal mendengar kata-kata, tetapi memahami apa yang tidak diucapkan,” tegas Prof. Luerat.

Gangguan komunikasi perlu diidentifikasi dan diatasi melalui penyesuaian cara penyampaian. Prof. Luerat juga menegaskan pentingnya komunikasi nonverbal—seperti gerakan tubuh, jarak interaksi, dan suasana lingkungan—karena berperan besar dalam menciptakan rasa aman bagi pasien. Kontak mata yang lembut menjadi salah satu indikator kesiapan apoteker untuk membantu.

Empati sebagai Inti Pelayanan Kefarmasian

Mengakhiri sesi, beliau menegaskan bahwa empati merupakan inti dari pelayanan pasien yang bermutu. Empati bukan sekadar memahami kondisi pasien, tetapi juga kemampuan menyampaikan pemahaman tersebut dan menunjukkan niat untuk membantu.

Empati membangun kepercayaan,” ujar Prof. Luerat. “Dan kepercayaan adalah pintu menuju hasil terapi yang optimal.”

Prof. Luerat pada saat memaparkan konsep komunikasi efektif di hadapan mahasiswa
Bagikan Artikel:
IMG-20211014-WA0007-300x300
IMG-20211015-WA0002-1024x1024
17-1024x1024
18-1024x1024
WhatsApp-Image-2022-01-11-at-10.09.24-1024x1024
WhatsApp-Image-2022-01-21-at-08.58.21-1024x1024
WhatsApp-Image-2022-01-20-at-09.33.29-1-1024x1024
previous arrow
next arrow